Senin, 23 Januari 2017



                                               
PEMANFAATAN CAMPURAN AIR RAGI DAN GARAM SEBAGAI HERBISIDA

Mengikuti Mata Pelajaran Penelitian Ilmiah Remaja (PIR) Semester Genap Tahun 2011/2012



Disusun oleh:
WITRIANA
XI EXACT 1
101599





SMA Negeri 1 Tellussiattinge
Kabupaten Bone
2011/2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Negara Indonesia merupaka negara agraris dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Petani adalah penghasil pangan terbesar diseluruh kalangan masyarakat. Namun, terkadang penulis mendengar dan bahkan melihat keluhan khususnya di kalangan petani tentang mahalnya racun. Upaya yang dilakukan oleh para petani yaitu hanya menggunakan racun rumput buatan sendiri agar dapat menghemat biaya.
Keberhasilan pertumbuhan tanaman pakan rumput tercermin dari tinggi rendahnya  produksi dan kualitas hijauan. Keberhasilan ini membutuhkan dukungan lingkungan fisik dari tanah dan iklim yang ideal.  Di daerah tropis faktor fisik ini sering menjadi kendala, baik secara terpisah maupun bersama atau hasil interaksi keduanya.  Kendala tingginya suhu lingkungan berpengaruh langsung terhadap kecepatan metabolisme tanaman, sedangkan pengaruh tidak langsung adalah melalui pengaruhnya terhadap tanah.  Tingginya suhu lingkungan menyebabkan tingginya pelapukan  tanah mineral dan dekomposisi bahan organik tanah, apabila diikuti dengan curah hujan yang tinggi akan menyebabkan pencucian unsur hara tanah.  Pencucian lanjut pada tanah-tanah mineral akan menyebabkan munculnya tanah-tanah masam.  Di lain pihak pada lahan-lahan pantai sering memunculkan tanah-tanah salin sebagai akumulasi garam akibat kekeringan pada  musim kemarau.
Masalah penurunan bahan organik tanah yang menyebabkan kebutuhan pemupukan yang semakin meningkat (Aphani, 2001). Masalah ini dapat diatasi dengan perbaikan penelitian terhadap kondisi tanah pertanian. Kandungan bahan organik  dikebanyakan tanah saat ini terdapat indikasi semakin merosot.  .
Atas dasar itulah sehingga penulis mencoba melakukan pengamatan yang lebih teliti dan bijaksana sehingga diangkat judul “Pemanfaatan Campuran Air Ragi dan Garam sebagai Herbisida” , walaupun dalam bentuk dan kondisi yang sangat sederhana dan terbatas.
Penelitian ini diadakan, bukan untuk mengetahui kandungan zat yang terdapat dalam Air ragi dan garam sehingga dapat dijadikan sebagai herbisida. Akan tetapi penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan limbah fermentasi dapat dimanfaatkan sebagai herbisida.

B.       Rumusan Masalah
 Berhubungan dengan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat kami tarik adalah:
1.      Apakah Campuran Air Ragi dan Garam dapat mematikan atau membasmi rumput sehingga berfungsi sebagai herbisida ?
2.      Berapa besar daya basmi yang dapat diperoleh dari Campuran Air Ragi dan Garam ?
C.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya :
1.      Untuk mengetahui apakah Campuran Air Ragi dan Garam dapat dijadikan sebagai herbisida.
2.      Untuk mengetahui berapa besar daya basmi Campuran Air Ragi dan Garam yang dapat mematikan gulma.
D.      Manfaat Penelitian
1.Bagi masyarakat:
a.       Efek samping dari racun rumput dapat dikurangi dengan penggunaan herbisida yang terbuat dari Campuran Air Ragi dan Garam.
b.      Memberikan informasi bagi masyarakat bahwa air ragi di campur garam dapat dijadikan herbisida.
c.       Dengan menggunakan herbisida ini, maka biaya pengolahan lahan pertanian dapat ditekan sehingga pendapatan petani akan meningkat.
2.Bagi penulis:
Sebagai media untuk memperkaya ilmu pengetahuan. Melalui penelitian, penulis membiasakan diri memecahkan masalah secara ilmiah. Dengan karya ilmiah dapat menjadi sarana untuk melatih diri mengembangkan bakat menulis dan meneliti. Penulis merasa bangga karena dapat membuahkan karya yang bermanfaat untuk masyarakat umum.
E.  Hipotesis
Sebagai dugaan sementara yang kami ajukan dalam penelitian ini adalah “Campuran Air Ragi dan Garam tidak dapat dijadikan herbisida”. Hipotesis tersebut dinyatakan diterima jika hasil penelitian membuktikan bahwa limbah Campuran Air Ragi dan Garam dapat mematikan rumput, sebaliknya hipotesis dinyatakan ditolak, jika hasil penelitianan tidak terbukti bahwa Campuran Air Ragi dan Garam tidak dapat mematikan gulma rumput.













BAB II
TINJAUAN  PUSTAKA
A.    Sekelumit tentang Ragi
Ragi atau fermen merupakan zat yang menyebabkan fermentasi. Ragi biasanya mengandung mikroorganisme yang melakukan fermentasi dan media biakan bagi mikroorganisme tersebut. Media biakan ini dapat berbentuk butiran-butiran kecil atau cairan nutrien. Ragi umumnya digunakan dalam industri makanan untuk membuat makanan dan minuman hasil fermentasi seperti acar, tempe, tape, roti, dan bir.
Mikroorganisme yang digunakan di dalam ragi umumnya terdiri atas berbagai bakteri dan fungi (khamir dan kapang), yaitu Rhizopus, Aspergillus, Mucor, Amylomyces, Endomycopsis, Saccharomyces, Hansenula anomala,, Lactobacillus, Acetobacter, dan sebagainya.
Berbagai jenis ragi yang digunakan di berbagai negara dan kebudayaan di dunia dibuat menggunakan media biakan tertentu dan campuran tertentu galur fungi dan Bakteri Berikut adalah sebutan untuk ragi dalam berbagai kebudayaan.
Ragi sendiri sebetulnya mikroorganisme, suatu mahluk hidup berukuran kecil, biasanya dari jenis Saccharomyces cerevisiae yang digunakan dalam pembuatan roti ini. Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan bagi ragi, khususnya gula, maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida dan senyawa beraroma.
B. Jenis-jenis ragi antara lain adalah:
·         Ragi Instant/ragi dadak (misalnya: Fermipan, Mauripan), yang langsung  dicampurkan pada bahan lainnya
·         Ragi Koral atau Active Dry Yeast, yang untuk mengaktifkannya harus direndam dulu dalam air hangat.
·         Ragi Segar/ragi padat atau Compressed Yeast, yang penggunaannya sama dengan ragi instant tetapi harus selalu disimpan pada suhu rendah
C. Garam
            Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium klorida (>80 %) serta senyawa lainnya seperti Magnesium klorida, Magnesium Sulfat, kalsium klorida dan lain-lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik yang mudah menyerap air, density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801oC (BRKP, 2001).
Pengelompokan garam di Indonesia berdasarkan SNI adalah garam konsumsi dan garam industri. Kelompok kebutuhan garam konsumsi antara lain untuk konsumsi rumah tangga, industri makanan, industri minyak goreng, industri pengasinan dan pengawetan ikan, sedangkan kelompok kebutuhan garam industri antara lain untuk industri perminyakan, tekstil dan penyamakan kulit, CAP (Chlor Alkali Plant) industrial salt yang digunakan untuk proses kimia dasar pembuatan soda dan chlor, dan pharmaceutical salt (BRKP, 2001).
Menurut penggunaannya, garam dapat digolongkan menjadi garam proanalisis (p.a), garam industri, dan garam konsumsi. Garam proanalisis adalah garam untuk reagent (tester) pengujian dan analisis di laboratorium, juga untuk keperluan garam farmasetis di industri farmasi, garam industri yaitu untuk bahan baku industri kimia dan pengeboran minyak sedangkan garam komsumsi untuk keperluan komsumsi dan industri makanan serta garam pengawetan untuk keperluan pengawetan ikan.
Untuk garam proanalisis dan garam farmasi, mempunyai kandungan NaCl > 99%, garam konsumsi mempunyai kandungan NaCl > 94% dan garam untuk pengawetan memiliki kandungan NaCl > 90%. Semakin besar kandungan NaClnya, akan semakin kompleks dan rumit proses produksi dan pemurniannya (Rismana, 2004).
Kadar garam yang tinggi menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan terhadap garam akan mati. Kondisi selektif ini memungkinkan mikroorganisme yang tahan garam dapat tumbuh. Pada kondisi tertentu penambahan garam berfungsi mengawetkan karena kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan osmotik yang tinggi dan aktivitas air rendah. Kondisi ekstrim ini menyebabkan kebanyakan mikroorganisme tidak dapat hidup. Pengolahan dengan garam biasanya merupakan kombinasi dengan pengolahan yang lain seperti fermentasi dan enzimatis. Contoh pengolahan pangan dengan garam adalah pengolahan acar (pickle), pembuatan kecap ikan, pembuatan daging kering, dan pembuatan keju ( Estiasih, 2009).
D.  Gulma atau Tanaman Pengganggu
1. Konsepsi Pengendalian Gulma
Pengendalian gulam pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya saing  tanaman pokok dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman pokok harus menjadi sedemikian rupa sehingga gulma tidak mampu mengembangkan pertumbuhannya secara berdampingan atau pada waktu bersama-sama dengan tanaman pokok.
Dalam pengertian ini semua praktek budidaya di pertanaman (sejak penyiapan lahan) dapat dibedakan antara yang lebih meningkatkan daya saing tanaman pokok atau meningkatkan daya saing gulma.
Pelaksanaan pengendalian gulma hendaknya didasari dengan pengetahuan yang cukup mengenai gulma yang bersangkutan. Bagaimana perkembangbiakannya, bagaimana sistem penyebarannya, bagaimana dapat beradaptasi dengan lingkungan, bagaimana bereaksi terhadap perubahan lingkungan, dan bagaimana tanggapannya terhadap perlakuan-perlakuan tertentu termasuk penggunaan zat-zat kimia berupa herbisida.
2. Tehnik Pengendalian Gulma
Terdapat beberapa metode atau cara pengendalian gulma yang dapat  dipraktekkan di lapangan.
Sebelum melakukan pengendalian gulma sangat penting bagi kita mengetahui cara-cara tersebut, guna memilih cara yang paling tepat untuk satu jenis tanaman budidaya dan gulma yang tumbuh di satu daerah.
Tehnik pengendalian yang tersedia antara lain:
a.   Pengendalian secara mekanik atau fisik, dalam hal ini pengerjaan tanah, penyiangan, pencabutan, pembabatan, dan pembakaran.
b.  Pengendalian cara hayati, yaitu pengadaan musuh alami, manipulasi musuh alami dan pengelolaan musuh alami yang ada disuatu daerah.
c.   Pengendalian secara kimiawi, yaitu herbisida dengan berbagai formulasi, atau berbagai bahan kimia lainnya.
d.  Pengendalian dengan upaya memanfaatkannya untuk berbagai keperluan seperti sayur, bahan obat, pupuk, bahan kerjinan dan makanan ternak.
Ditinjau dari berbagai tehnik pengendalian yang tersedia, biasanya cara yang digunakan tergantung dari tingkat usaha tani, tanaman yang diusahakan, kemampuan teknologi, dan status ekonomi petani.
Pengendalian gulma di Indonesia masih banyak dilakukan dengan tenaga manusia, meski demikian penggunaan herbisida juga menunjukkan gejala yang meningkat.pengendalian gulma dengan herbisida banyak dilakukan di perkebunan teh, keret, kelapa sawit, kelapa, tebu, kapas, kina dan kakao.
Dalam perkembangan teknologi, pengendalian gulma tanpa herbisida kurang mendapat perhatian baik oleh pakar maupun praktisi, karena kurang mengundang inovasi teknologi.
Cara pengendalian tanpa herbisida yang masih mengundang inovasi teknologi adalah penggunaan alat-alat seperti pemotong gulma, traktor dan sebagainya. Sedangkan pengendalian gulma dengan herbisida banyak memperoleh perhatian karena lebih mengundang inovasi teknologi dan menyangkut kelayakan ekonomi.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.  Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian hingga penyusunan laporan penelitian ini dilakukan selama 5 hari, mulai 19 – 23 mei 2012. Penelitian ini dilaksanakan di Tellusiattinge Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.
B.     Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan sebab dan akibat dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan atau mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol untuk perbandingan. Penelitian eksperimen ini diadakan di lapangan bukan di laboratorium.
C.    Variabel Penelitian
Variabel bebasnya adalah Campuran Air Ragi dan Garam. Variabel terikatkatnya adalah rumput atau gulma pengganggu tanaman.
D.    Penentuan Sampel Penelitian
Untuk melakukan eksperimen dalam penelitian ini, Campuran Air Ragi dan Garam dicobakan rumput, dengan perincian:
1.      Rumput yang diberi 5 butir ragi dan garam dengan persentase air 25% (250 mL), dengan inisial “A1”.
2.      Rumput yang diberi 5 butir ragi dan garam dengan persentase air 50% (500mL), dengan inisial “A2”.
Pengambilan sampel dengan rumput didasari oleh pertimbangan keterbatasan dana, waktu dan tenaga dalam melakukan penelitian.
1.      Penyediaan  Campuran Air Ragi dan Garam
Dari proses dihasilkan sejumlah cairan yang selanjutnya dijadikan sebagai zat kimia pembasmi gulma yang akan dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1 Penyediaan Campuran Air Ragi dan Garam
Kelompok
Persentase Campuran Air Ragi dan Garam
Volume (ml³)
Air
A1
25 %
250 mL
A2
50 %
500 mL

Dari tabel 3.1 dijelaskan bahwa, cairan ragi dan garam akan dibagi atas 4 kelompok pula, yakni:
a)      A1, dengan persentase yaitu dengan menambahkan air sebanyak 250 mL.
b)      A2, dengan persentase yaitu dengan menambahkan air sebanyak 500 mL.
3. Indikator Pengamatan
Dalam melakukan pengamatan terhadap tanaman rumput yang telah diberi Campuran Air Ragi dan Garam, dipergunakan beberapa indikator, yaitu:
a.       Perubahan Warna Tumbuhan
Secara alamiah rumput teki berwarna hijau, sehingga jika mengalami keracunan secara alamiah pula akan mengalami perubahan warna.
Perubahan warna tersebut bervariasi tergantung dari tingkat keracunan yang terjadi pada rumput yang bersangkutan, antara lain:
1)      Hijau Pucat, dimaksudkan dengan warna hijau yang suram dan merupakan gejala keracunan awal dan dijadikan sebagai indikator pertama akibat terjadinya keracunan.
2)       Hijau Kekuningan, dimaksudkan dengan perubahan dari warna hijau menjadi kuning, sebagai gejala keracunan lebih lanjut dan ditempatkan pada indikator tahap kedua.
b.    Kelayuan
Tumbuhan yang telah mengalami keracunan dengan tingkat yang kronis, akan berwarna kuning kecoklatan, dan mengakibatkan layunya tumbuhan. Keadaan layu ditempatkan sebagai indikator ketiga.
c.  Kematian
Jika keracunan yang dialami tumbuhan berlanjut dalam jangka waktu tertentu akan mengakibatkan matinya tumbuhan. Dan merupakan lanjutan dari kelayuan tumbuhan dan ini dijadikan sebagai indikator keempat sekaligus sebagai indikator terahir.
E.     Pelaksanaan Uji Coba (Eksperimen)
Uji coba dimaksudkan sebagai pemberian cairan Campuran Air Ragi dan Garam dengan konsentrasi yang telah diuraikan sebelumnya kepada masing-masing tanaman rumput secara merata.
Tanaman rumput itulah yang selanjutnya diamati perubahan fisiknya, baik dari segi warna maupun bentuk dan keadaan tanaman selama 5 hari secara berturut-turut. Diantara kelima hari itu, hanya satu kali penyemprotan pada rumput tersebut. Penyemprotan dilakukan pada jam 03.20 p.m.
F.      Tehnik Pengumpulan Data
Untuk pengumpulan data penelitian, peneliti melakukan pengamatan secara langsung atau observasi pada rumput yang diberi limbah cairan ragi dan garam. Hal ini dilakukan untuk melihat secara jelas tentang perubahan fisik yang terjadi pada masing-masing rumput.
G.    Tehnik Pengolahan Data
Data penelitian yang berhasil dihimpun dalam observasi selanjutnya akan diolah secara persentse. Dari hasil persentase kematian tanaman percobaan, memungkinkan untuk diambil simpulan tentang benar atau tidaknya Campuran Air Ragi dan Garam dapat dijadikan sebagai herbisida, dan persentase berapa yang paling efektif dalam membasmi rumput. Termasuk lama waktu yang dibutuhkan oleh reaksi Campuran Air Ragi dan Garam sampai mematikan rumput gulma yang dijadikan sebagai tanaman percobaan.



Skema proses matinya rumput
Ragi dan Garam
 



                                                                        Dicampur
Air

 



               Disemprot
Rumput
Air 250 mL
Air 500 mL

Lambat
Cepat
Mati
 




















B A B   IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 - 26 mei 2012 di Tellusiattinge Kabupaten Bone Sulawesi Selatan, terhadap objek yang diteliti yaitu rumput teki yang beri campuran Campuran Air Ragi dan Garam.

Adapun hasil penulis dapa dilihat pada tabel berikut:
No
RUMPUT
HARI
I
II
III
IV
V
1.
RUMPUT A1
Hijau Pucat
Hijau Kekuningan
Coklat Kekuningan
Coklat Hangus
-
2.
RUMPUT A2
Hijau
Hijau Pucat
Hijau Kekuningan
Coklat Kekuningan
Coklat Hangus

B.     Pembahasan
Dari tabel di atas dapat dibahas sebagai berikut:
1. Gejala Keracunan
Pemberian Campuran Air Ragi dan Garam pada rumput teki pada dasarnya dimaksudkan agar rumput dapat mengalami keracunan sehingga aktifitas fisiologinya berhenti. Dan pada tingkat tertentu diharapkan mencapai kematian. Sehingga tidak lagi bersifat sebagai tanaman pengganggu atau gulma pada tanaman lain yang diharapkan mendatangkan hasil atau produksi. Indikator atas gejala keracunan pada rumput teki adalah perubahan warna klorofil tumbuhan, dari hijau menjadi hijau pucat, kekuning-kuningan, kuning sampai pada warna cokelat terbakar.
a.         Hijau Pucat
Hijau pucat adalah adanya perubahan warna dari hijau segar menjadi hijau yang suram, atau dari hijau menjadi kekuningan atau kecokelatan, sebagai pertanda rusaknya klorofil dalam plastida. Dan tidak ada pembentukan klorofil baru, sebagai akibat terjadinya gangguan pada kegiatan metabolisme sel-sel tubuh tumbuhan. Karena akar tumbuhan menyerap atau mengadsorpsi zat yang bersifat toksid dari dalam tanah. Dalam hal ini Campuran Air Ragi dan Garam.
b.      Hijau Kekuning-kuningan
Gejala keracunan lebih lanjut adalah terjadinya perubahan warna hijau pada tumbuhan menjadi hijau kekunging-kuningan karena gejala keracunan yang lebih lanjut dari hijau pucat adalah hijau kekuning-kuningan.
Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa gejala perubahan warna tumbuhan dari warna hijau menjadi hijau kekuning-kuningan, sudah nampak pada hari kedua.
c.       Coklat kekuningan (Keracunan pada tumbuhan)
Keracunan tumbuhan pada stadium lebih lanjut adalah “kelayuan”. Ini terjadi apabila zat klorofil telah rusak akibat gejala keracunan dalam hal ini disebabkan oleh Campuran Air Ragi dan Garam. Klorofil merupakan bagian dari sel tubuh tumbuhan yang berfungsi untuk mengadsorpsi cahaya matahari sebagai sumber tenaga dan menggunakannya untuk kegiatan fotosintesis. Dan dari hasil fotosintesis inilah memungkinkan tumbuhan untuk membentuk sel-sel baru, baik untuk kebutuhan pembentukan maupun untuk kebutuhan mengganti sel yang telah rusak. Namun jika semua telah dirusak oleh bahan toksid gejala yang akan timbul akan lebih kronis. Kelayuan pada rumput ini di tunjuk pada hari ketiga. Sehingga tanaman berwarna Coklat kekuningan.

d.      Coklat hangus (Kematian Tanaman)
Stadium keracunan yang terakhir adalah matinya tanaman. Dalam arti kata sudah tidak terdapat tanda-tanda kehidupan pada tumbuhan yang bersangkutan.Matinya suatu tumbuhan pada umumnya didahului oleh kelayuan yang berlangsung dalam jangka waktu yang cukup untuk terhentinya seluruh aktifitas hidup suatu tumbuhan.
Matinya rumput teki sebagai rumput percobaan ini, sesungguhnya telah menempuh tahapan dan proses keracunan dari tingkat lemah sampai kepada tingkat yang paling kronis, sehingga dapat dinyatakan bahwa kematian rumput percobaan ini adalah karena pengaruh pemberian Campuran Air Ragi dan Garam. Sehingga berwarna Coklat Hangus.
C.    Analisis data
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan atas data tersebut, dapat dikemukakan analisa sebagai berikut:
1.      Air ragi dengan garam memiliki senyawa kimia yang bersifat toksid atau racun terhadap pertumbuhan rumput teki (Cyperus rotundus), hal ini terbukti dari terjadinya perubahan fisik pada rumput percobaan.
2.      Perubahan fisik dalam hal ini warna yang dimaksud secara nyata terlihat pada daun rumput teki yang diberi cairan ragi dan garam.
3.      Pengaruh pemberian air dengan konsentrasi rendah pengaruhnya lebih cepat dan jumlah rumput yang mengalami perubahan juga besar.

D.     Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hasil penelitian ini, terbukti bahwa cairan ragi dan garam bersifat racun terhadap rumput teki, yang pada tingkat konsentrasi tertentu mengakibatkan matinya rumput tersebut. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa “Campuran Air Ragi dan Garam Bersifat Racun terhadap Rumput Teki”, secara nyata “diterima”. Dan pengaruhnya sangat berarti, sampai kepada taraf kematian.

B A B   V

P E N U T U P
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan memberikan cairan ragi dan garam terhadap tanaman rumput teki dengan konsentrasi tertentu, diperoleh kesimpulan bahwa:
  1. Campuran Air Ragi dan Garam bersifat toksid yang dapat mematikan rumput teki.
  2. Kecepatan waktu menggunakan Campuran Air Ragi dan Garam lebih cepat. Karena hanya 4 hari saja
  3. Ragi dan Garam dengan campuran air 250 mL lebih cepat mati dari pada dengan campuran air 500 mL.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka penulis menyarankan:
1.      Bagi masyarakat
Untuk menghemat uang, agar kiranya dapat memanfaatkan Campuran Air Ragi dan Garam sebagai herbisida.
2.      Bagi pembaca
Sekiranya penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan bacaan yang dapat menambah wawasan bagi pembaca.
4.      Bagi peneliti
Diharapkan bagi peneliti-peneliti selanjutnya untuk menuingkatkan kretivitas agar dapat menghasilkan karya-karya yang lebih baik dari sebelumnya.



DAFTAR PUSTAKA
Nazir, Moh. 1983. Metode Penelitian. Darussalam: Ghalia Indonesia
Silaen, Sofar. 2004. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Remaja. Jakarta: LIPI  Dan PT. Tugu Pratama.
Sungguh, As’ad. 1979. Kamus Lengkap Biologi. Jakarta: Kurnia Esa.
Yernelis, Sukman dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

















LAMPIRAN
250 mL                                   HARI PERTAMA                            500mL





HARI KEDUA





HARI KETIGA




HARI KEEMPAT
 





HARI KELIMA

1 komentar: